Keangkuhan yang Terabadikan
Ada Hitler, ada pula Fir’aun. Tentunya telinga kita sudah akrab dengan
nama ini. Dalam Al Quran, ada 94 ayat yang menyebut nama tokoh diktator yang
melegenda ini. Jika Hitler mati terbakar karena malu menanggung kekalahan,
Fir’aun mati tenggelam karena malu untuk mundur dari mengejar Musa. Dua tokoh
tersebut mati karena keangkuhannya.
Fir’aun sebenarnya adalah gelar raja-raja Mesir
terdahulu. Dalam dialek
Inggris diterjemahkan menjadi Pharaoh. Fir’aun yang tertulis dalam Al
Quran muncul pada ayat-ayat yang menceritakan tentang kehidupan Nabi Yusuf dan
Nabi Musa. Hanya pada kisah Nabi Yusuf, Allah menyebutnya dengan sebutan Malik.
Berbeda dengan ayat-ayat yang menceritakan tentang kehidupan Nabi Musa yang
langsung Allah sebut dengan istilah Fir’aun.
Nama asli Fir’aun yang mengejar Nabi Musa dan tewas tenggelam di Laut Merah
adalah Mineptah atau bergelar Ramses III. Dia sebenarnya mewarisi negeri
Mesir dalam keadaan damai dan sejahtera dari Ramses II. Tapi, mungkin karena
kedamaian dan ketentraman tersebut ia menjadi lupa diri sehingga mengangkat
dirinya menjadi penguasa bak Tuhan yang harus disembah dan dipatuhi seluruh
rakyatnya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di
muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan
dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (Q.S. Al Qashash 28: 4).
Sebenarnya, Mineptah-lah yang membesarkan Musa. Dalam Al Quran ditulis
bahwa Musa kecil dihanyutkan ibunya ke sungai akibat takut ketahuan pegawai
kerajaan karena memiliki anak lelaki. Allah menjanjikan akan menjaga Musa dan
menempatkannya pada keluarga terhormat yang ternyata Musa kecil ditemukan oleh
Istri Mineptah, Asiah. Agar tetap bisa bersamanya, ibu Musa menawarkan
diri pada Asiah untuk bisa merawat Musa kecil hingga dewasa.
Musa kecil dikisahkan tumbuh menjadi anak pembangkang yang selalu berbeda
pendapat dengan ayahnya, sang Mineptah. Naluri kebenarannya mulai
tumbuh. Saking kesalnya, Mineptah akhirnya membakar lidah Musa kecil
yang akhirnya hingga dewasa Musa menjadi seorang yang cadel dan kurang jelas
bicaranya. Di kemudian hari Allah memberikan Nabi Harun untuk menjadi
pendamping dan teman Musa dalam menjalankan misi dakwahnya.
Singkat kata, Musa yang telah menerima wahyu gencar meminta sang ayah
angkat untuk sadar dan mengakui keesaan Allah. Akibatnya, anak-ayah ini menjadi
musuh bebuyutan. Sampai-sampai, untuk membalas mukjizat sang anak, Mineptah
menghadirkan tukang-tukang sihir terbaik Mesir. Namun, dasar memang Musa
membawa kebenaran, para tukang sihir itu justru berbalik memihak Musa dan
mengatakan rela mengakui keesaan Allah. Puncaknya, perseteruan tersebut
menempatkan Musa dan pengikutnya sebagai orang yang paling dicari dan dibenci
sang Mineptah.
Mengetahui niat buruk sang raja, Musa diperintahkan Tuhan untuk segera
melarikan diri ke luar dari negeri Mesir menyeberangi Laut Merah. Sampai di
tepi Laut Merah, Musa yang panik tidak tahu harus berbuat apa untuk
menyeberangi lautan nan luas itu demi menyelamatkan diri dan para pengikutnya.
Lalu, Allah memberikan mukjizat kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya ke arah
Laut Merah. Ajaib, laut tersebut terbelah sehingga membentanglah terowongan yang
di kiri dan kanannya adalah lautan yang bergolak.
Akhir cerita sudah bisa kita tebak, “Dan (ingatlah), ketika Kami belah
laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan
pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” (Q.S. Al Baqarah 2:
50). Saat Mineptah lewat, laut bergulung dan kembali menyatu menutup
terowongan yang ia lewati. Terhanyutlah manusia angkuh yang mengaku bahwa
dirinya Tuhan. Saat ajal sudah dekat, saat nyawa sudah sampai kerongkongan,
terbersitlah kata tobat dari Mineptah. Namun, apa lacur, semua sudah
terlambat. Mineptah mati tenggelam dalam keadaan kafir.
Sesuai janji Allah, berabad-abad setelah peristiwa itu, jasad Fir’aun tetap
abadi. Menurut seorang dokter ahli bedah paling masyhur berkewarganegaraan
Prancis, Dr. Morris Bukay, jasad Mineptah yang asli ditemukan di
pekuburan Lembah Raja di Thoba (Tiba), di pinggir lain dari Sungai Nil
di depan kota al-Aqshar (Luxor City) saat ini. Mumi yang selama ini
dikenal masyarakat luas sebagai Mineptah ternyata hanyalah seseorang
yang juga mengejar Musa dan ikut mati tenggelam.
Bagaimana pun caranya, inilah salah satu bukti dan cara Allah menunjukkan
pada kita bahwa keangkuhan dan lupa diri akan membawa kita pada jurang
kesesatan. Dan Allah mengabadikan Mineptah alias Ramses III alias
Fir’aun dalam Al Quran dan bukti nyata berupa jasadnya yang masih sempurna
tanpa cacat.
(bersambung)