Senin, 13 Juli 2015

Menjaga Allah





عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا غُلاَمُ اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ (رواه الترمذي)

Dari Abul‘Abbas ‘Abdullah bin Abbas –semoga Allah meridoinya— ia mengatakan, “Aku berada di belakang Rasulullah saw. beliau mengatakan, “Nak, Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon mohonlah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.” (H.R. Tirmidzi)

Setiap mukmin pasti merindukan dan sekaligus meyakini hadirnya kejayaan atau kemenangan Islam. Salah satu bentuk kemenangan itu adalah tegak dan dilaksanakannya nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia. Baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, negara, ekonomi, politik, maupun urusan lainnya. Nilai-nilai Islam yang dimaksud tentu bukan saja perilaku-perilaku saleh individual, akan tetapi juga kesalehan yang berdaya guna misalnya keadilan, kejujuran, dan keberpihakan kepada kebenaran, apa pun risikonya.

Tentu saja kemenangan itu tidak akan terwujud kecuali jika setiap muslim berusaha optimal, dalam batas-batas kemampuan manusiawi. Usaha optimal untuk mencapai kemenangan itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan seterusnya. Akan tetapi, harus dipahami pula bahwa sehebat apa pun segala upaya yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali manakala tidak mendapat perkenan Allah swt. Sebaliknya, betapa pun serba terbatasnya kaum muslimin –dalam hal material dan kuantitas personal— dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk mengaruniakan kemenangan, tak satu kekuatan pun dapat menghalanginya.

Persoalannya adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat pertolongan Allah itu? Tentu ada prasyarat pertolongan Allah turun kepada kita. Nah, hadis ini sarat dengan pesan-pesan luhur yang akan mengantarkan kaum muslimin mencapai kemenangan yang didambakan. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan, “Saya merenungi hadis ini dan saya benar-benar terperangah. Amat disesalkan bila ada yang tidak memahami makna hadis itu.”

Ihfazhillah, jagalah Allah! Menjaga Allah, kata Abul Faraj al-Hambali dalam kitabnya  Jami’ul-‘Ulumi wal Hikam adalah menjaga aturan-aturan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah swt. Tentu saja, hal tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika seseorang melakukannya, ia termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan Allah seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya,

Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak terlihat (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (Q.S. Qaaf 50: 32-33)

Kata ‘Hafizh’ (حفيظ) yang tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan “menjaga (melaksanakan) perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan.” Di antara perintah-perintah agung yang harus dijaga oleh setiap muslim adalah:

1. Shalat
Secara eksplisit, Allah swt. memerintahkan kita menjaga shalat. Firman-Nya,

Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusu.” (Q.S. Al Baqarah 2: 238)

Dalam ayat lain, Allah memuji orang-orang yang memelihara shalat. Firman-Nya,
Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (Q.S. Al Mu’minuun 23: 9)

Semakin banyak aktivitas, semakin berat beban perjuangan, semakin besar target yang ingin kita capai, seharusnya semakin membuat kita dekat dengan Allah. Momentum seorang hamba sangat dekat dengan Allah adalah saat ia bersujud. “Keadaan yang paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah saat dia sujud. Maka perbanyaklah doa dikala sujud itu,” demikian sabda Rasulullah saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim. 

Jadi, sangat ironis bila semakin banyak kegiatan malah shalat semakin terlalaikan; dan lebih celakalah lagi bila shalat itu dilalaikan justru dengan alasan kesibukan. Tidak akan ada barokah dari aktivitas yang melalaikan shalat. Apa pun alasannya. Termasuk dengan alasan bahwa yang penting adalah shalat aktivitas. Yang dimaksud dengan shalat aktivitas adalah kegiatan yang diklaim sebagai perjuangan menegakkan kebenaran. Itu saja dianggap cukup, sekalipun meninngalkan shalat. Pasti perjuangan itu bukan di jalan Allah melainkan di jalan thaghut.

2. Janji atau sumpah
Integritas dan kredibilitas seseorang dapat dilihat antara lain, dari tingkat komitmennya terhadap sumpah dan janji. Karenanya, Allah swt. memesankan agar orang beriman berpegang teguh kepada janji atau sumpah yang dibuatnya. Firman-Nya,

Dan peliharalah sumpah-sumpah kalian.” (Q.S. Al Maidah 5: 89)
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Q.S. An-Nahl 16: 91)

Lebih berat lagi bobot janji itu apabila pelanggarannya dapat menyebabkan kesengsaraan orang banyak. Misalnya, janji atau sumpah jabatan. Atau janji yang dibuat untuk menarik dan merekrut orang agar mendukung dirinya dan berpihak kepadanya.

3. Kepala dan Perut
Di antara hal yang wajib dijaga adalah kepala dan perut. Rasulullah saw. bersabda,

اَلإِسْتِحْيَاءُ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ وَمَا حَوَى (خرجه الإمام أحمد والترمذي والبزار)

Malu yang sebenarnya kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya dan menjaga rongga perut dengan segala yang dikandung di dalamnya.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Bazzar)

Menjaga kepala dengan segala yang termuat di dalamnya di antaranya dengan menjaga pendengaran, penglihatan, dan lidah dari hal-hal yang diharamkan. Sedangkan menjaga rongga perut adalah dengan menjaga hati dari segala penyakit hati.

Penjagaan Allah
Penjagaan Allah kepada hambanya menyangkut dua hal: pertama, kemaslahatan duniawi, seperti penjagaan fisik, anak, keluarga, dan harta. Ini seperti yang Allah firmankan,
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Q.S. Ar-Ra’d 13: 11)

Ini terjadi misalnya pada Safinah –maula (sahaya yang dimerdekakan oleh) Nabi saw.— saat perahu yang dinaikinya pecah dan terdampar di sebuah pulau. Ketika menyusuri hutan, ia bertemu dengan seekor singa. Ternyata singa itu memberi petunjuk jalan. Setelah itu sang singa pergi.

Kedua, penjagaan dalam urusan agama, keimanan, dan akhlak. Allah menjaga para hambanya dari perkara-perkara yang merusak iman dan akhlak, hingga mereka meninggal dunia dalam keadaan iman. Betapa saat-saat ini kita membutuhkan pemeliharaan iman.

Ketiga, sebagai buah dari terpeliharanya agama, keimanan, dan akhlakyang menjadikan kaum muslimin layak mendapat kemenangan dan kejayaan. Seperti disebutkan dalam firman-Nya,

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan kamu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bersabar.” (Q.S. Al Anfal 8: 47)

Kesunggguhan cita-cita untuk menegakkan kebenaran dengan berbagai upaya harus dibuktikan dengan sikap sungguh-sungguh dalam melakukan pendekatan kepada Allah. Dan kejujuran menegakkan syariat Islam harus dibuktikan dengan kejujuran melaksanakannya, baik dalam diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan dalam segala peran yang diembannya. Wallahu a’lam.