Jenderal Gatot Subroto
Nama tokoh ini
mengiang-ngiang di telinga kita sebagai nama jalan. Kita biasa menyingkat
namanya dengan Gatsu. Pria berkumis tebal ini lahir pada 1907. Ia pernah
menjadi tentara pada tiga masa, yaitu sebagai tentara KNIL Belanda semasa
penjajahan Belanda, tentara PETA selama penjajahan Jepang, dan TKR saat
Indonesia merdeka.
Sejak kecil ia sudah berwatak keras, tetapi lembut
pada sesama warga Indonesia. Saking kerasnya terhadap penjajah, ia pernah
dikeluarkan dari sekolah dasar Belanda, ditegur saat berada di KNIL dan tentara
PETA. Ia pun kerap memberi santunan dari hasil gajinya pada orang-orang yang
anggota keluarganya dalam hukuman penjajah.
Selama menjabat pada tiga masa, ia selalu
membuat prestasi yang cukup gemilang. Itu sebabnya ia mendapatkan jabatan yang
cukup terhormat, seperti menjadi Komandan Kompi di tentara PETA hingga Gubernur
Militer Surakarta di TKR. Dengan posisinya ini, ia berhasil menumpas gerakan
PKI 1948 di bawah pimpinan Muso.
Kecintaannya pada dunia militer membuatnya merasa perlu mendidik angkatan
militer sedari muda. Itu sebabnya, ia mengusulkan didirikannya Akademi Angkatan
Bersenjata RI (AKABRI) yang menyatukan Angkatan Udara, Laut, dan Darat dalam
satu akademi. Untuk jasa-jasanya itulah namanya diabadikan sebagai nama-nama
jalan di kota-kota besar di Indonesia.
R. Otto Iskandardinata
Model di lembaran uang Rp. 20.000 ini adalah seorang pahlawan nasional yang
memiliki keberanian mengungkapkan pendapat sehingga sering dijuluki “Si Jalak
Harupat”. Pria kelahiran Bandung, 31 Maret 1897 ini merupakan seorang guru,
wakil rakyat di Dewan Kota, pengurus Budi Utomo, dan juga sebagai praktisi
media cetak.
Pahlawan yang sering kita singkat namanya dengan Otista ini tidak
disukai Belanda karena ketajaman lidahnya. Saat menjadi ketua Paguyuban
Pasundan, ia banyak membangun institusi demi rakyat Indonesia, seperti sekolah
dan bank. Namun, saat penjajahan Jepang, Paguyuban Pasundan dibubarkan. Otto
pun tidak tinggal diam. Ia kemudian membidani terbitnya surat kabar Warta
Harian Cahaya. Selain itu, ia aktif sebagai anggota Pusat Tenaga Rakyat
(PUTERA), Jawa Hokokai (Badan Kebaktian Rakyat Jawa), dan Cuo
Sang In (DPR). Menjelang kemerdekaan, ia ikut dalam PPKI menyusun UUD 1945.
Kemudian ia membentuk BKR dan menjadi Menteri Negara dalam kabinet RI. Otto
diculik pada Oktober 1945. Tak lama, ia meninggal di Banten pada 20 Desember
1945. Jasadnya dimakamkan di Lembang, Bandung, pada 1947.
Nama-nama di atas adalah contoh bagi kita untuk merenungkan kematian
seperti apakah yang kita inginkan kelak. Sekarang, kita bisa membedakan mana tokoh-tokoh yang meninggalkan nama
harum dan mana yang meninggalkan kebencian. Kita pun takkan berbeda saat di
kemudian hari orang-orang mendefinisikan keadaan kita apakah masuk kategori
orang yang meninggalkan nama harum atau justru hujatan. Kiranya, belum
terlambat bagi kita untuk menentukan selama hayat masih dikandung badan.
Kehidupan ini hanya proses. Dari proses tersebut, kita akan melengkapi puzzle
masa depan. Jika diisi dengan keburukan, bentuk akhirnya adalah hujatan. Jika
dirangkai dengan kebaikan, tampilan akhirnya adalah kemuliaan.
“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka,
tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai
manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil
kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami lah
kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus 10: 23).
Rahmat