Oleh : Hj.
Tia Pistia Siti Shalihah binti Amar Sahid*
Poligami adalah
HALAL! Karena Allah swt. telah menerangkannya di dalam Surat An-Nisa (4) ayat 3.
Tentu saja, hal-hal yang sudah dihalalkan oleh Allah swt. tidak boleh menjadi
haram. Begitu juga sebaliknya, yang haram menurut Allah swt. akan tetap haram,
tidak boleh menjadi halal hanya karena kainginan manusia.
Hanya perlu kita perhatikan, ada catatan tambahan dalam ayat tersebut,
“Jika kamu takut tidak akan dapat berbuat
adil, kawini seorang saja.”
Tertangkap oleh pikiran hamba Allah yang bodoh ini bahwa untuk
berpoligami seseorang harus adil, tidak boleh ada salah satu istri yang merasa
dizalimi.
Untuk niat berpoligami harus ikhlas rido karena Allah swt., baik
dari pihak sang suami yang berpoligami, maupun pihak istri yang dipoligami.
Sehingga dengan pijakan itu, akan didapat perkawinan ISLAMI yang penuh barokah,
sakinah, mawaddah, warahmah. Akan tetapi, nyatanya di zaman sekarang ini, untuk
menjalani perkawinan sistem poligami sebagaimana kekasih kita Rasulullah saw.
menjalankannya, terasa amat sulit apalagi dengan bekal ilmu yang alakadarnya.
Jadi, semua dikembalikan lagi kepada kita, POLIGAMI OK! Tapi sanggupkah kita?
Karena segala langkah yang kita ambil pasti akan ada perhitungannya kelak ketika
kita pulang ke akhirat.
Dalam hal ini karena pihak suami sebagai pelaku, kelak yang akan
dimintai pertanggungjawabannya adalah dia. Maka sebelum melakukan poligami,
akan lebih afdol bermuhasabah dahulu, berkaca diri, “Sudah cukupkah bekalku
secara keimanan?” “Sudah cukupkah bekal istri dan anak-anakku memahami poligami?”
Banyak yang harus dipersiapkan sebelum melakukan poligami, di antara
sebagian kecilnya adalah sebagai berikut.
1.
Dari suami secara pribadi dan
keimanan. Seorang suami yang berpoligami harus mempunyai pribadi yang tegas,
berwibawa, dan penuh kasih sayang sehingga ia bisa mendidik dan menggalang
kerukunan para istri dan anak-anaknya. Keimanannya kepada Allah swt. dan hari
akhir pun harus mantap sehingga apa pun langkah yang akan diambil, semua penuh
dengan perhitungan, penuh dengan rasa takut akan azab hari akhir, serta penuh
dengan rasa mengharap rido Allah swt.
2.
Yang pasti adalah financial. Memang,
Allah swt. Maha Pemberi Rezeki, tetapi sungguh manusia mempunyai banyak
keterbatasan. Apabila Allah swt. memang memberikan untuknya rezeki yang untuk
satu istri saja mepet, ya berpuasalah untuk menahan syahwat. Sungguh, agama
Islam yang indah ini hanya untuk orang-orang yang mau berpikir.
3.
Persiapkan iman, mental, ilmu,
istri, dan anak-anak. Jangan sampai ada perceraian. Jika semua dilakukan bukan
atas dasar niat Lillahi ta’ala
bisa-bisa anak istri menjadi korban. Umumnya, yang menjadi korban adalah istri
pertama beserta anak-anaknya. Karenanya tak salah jika Allah swt. memberikan
pahala surga untuk istri pertama yang ikhlas karena Allah swt. untuk dipoligami
karena perjuangannya yang begitu hebat.
At least, kalau sudah merasa mampu untuk memenuhi persyaratan di atas: (1) iman
dan kepribadian; (2) rezeki lebih dari cukup; dan (3) anak istri saleh, why not? Let’s do it! Semoga Allah swt.
memberikan bimbingan-Nya kepada kita.
Intinya bahwa semua pernikahan adalah ibadah. Poligami bukanlah
semata-mata pemuas syahwat dan semua harus dalam rangka mencari rido Allah swt.
Wallahu a’lam
*)
Pendapat penulis pribadi dengan segala keterbatasan ilmu, semoga Allah swt. mengampuni
segala kekurangan.