Gajah mati meninggalkan
gading
Harimau mati meninggalkan
belang
Hidup kita di dunia teramat singkat dibanding kehidupan akhirat kelak.
Rasulullah saw. tercatat wafat pada usia 63 tahun dan sudah dapat dipastikan kita
pun akan mati, tapi entah kapan. Allah berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu
dikembalikan.” (Q.S. Al Anbiya 21: 35).
Jika semua makhluk ciptaan Allah pasti mati, pun seluruh manusia. Yang jadi
masalah adalah bagaimana kita mempergunakan waktu kita di dunia ini untuk
kehidupan di akhirat kelak. Pakar Komunikasi Prof. Deddy Mulyana pernah berkata
bahwa manusia gemar sekali mempersiapkan sesuatu yang belum tentu terjadi pada
dirinya, seperti berdandan keluar rumah dengan perkiraan akan bertemu seseorang
yang menarik hatinya. Namun, jarang sekali manusia mempersiapkan peristiwa yang pasti akan terjadi,
yaitu kematian.
Selain urusan di akhirat, ada pula hal lain yang mesti kita pikirkan saat
kita mati nanti. Berkaca pada peribahasa di atas, apa yang bisa kita tinggalkan
saat kita meninggal? Nama baik? Atau amal burukkah?
Ada metode mudah untuk mempersiapkan hal tersebut. Mari kita ambil waktu luang kita sekitar 2 hingga
5 menit. Bayangkan sebuah prosesi pemakaman kita nantinya. Satu per satu kisah
hidup kita dibacakan, satu persatu perbuatan kita dikenang. Orang lain mungkin
tidak akan menjelek-jelekkan kita selama kita hidup, tapi kelak saat kita telah
terkubur di bawah tanah, keburukan kita bukan tidak mungkin akan dibicarakan.
Maka, waktu beberapa menit tadi, gunakanlah sebagai renungan kelak ingin
seperti apa kita dikenang saat sudah bersemayam di liang lahat.
Hidup yang teramat singkat ini, teramat sayang jika kita lewatkan tanpa
sesuatu yang berarti. Padahal Rasul bersabda bahwa dunia adalah ladang dan
akhirat adalah tempat menuai. Maka, sudah seharusnya kita ambil bagian dalam
sejarah sehingga walaupun usia kita fana di dunia, tapi nama kita akan abadi
sepanjang masa. Seperti halnya para pendahulu dan orang-orang besar di sekitar
kita. Mereka menjadi legenda dan abadi karena apa yang telah mereka lakukan
selama hidupnya. Ada baiknya kita belajar dari kehidupan mereka dan bagaimana
mereka menorehkan nama mereka dalam buku-buku sejarah yang kita baca sekarang.
Sang Penakluk yang Angkuh
Dijuluki sebagai Fuehrer atau pemimpin tanpa saingan. Pria ini
berhasil mengabadikan namanya dan dikenal seantero dunia. Michael H. Hart
bahkan menempatkannya pada urutan ke-35 sebagai orang yang paling berpengaruh
dalam sejarah dunia.
Hart berkata, “Terus terang, saya masukkan Hitler ke dalam daftar urutan
buku ini dengan rasa muak. Pengaruhnya sepenuhnya bersifat jahanam dan saya tak
punya selera menghormati orang yang arti pentingnya terletak pada penyebab
kematian sekitar tiga puluh lima juta manusia. Tetapi, tak ada jalan untuk
mengingkari kenyataan bahwa Hitler punya pengaruh yang luar biasa terhadap
orang-orang yang bukan main banyaknya.” Atas kediktatorannya ia berkuasa dan
karena kediktatorannya pula ia jatuh.
Bernama lengkap Adolf Hitler. Ia dilahirkan di sebuah desa kecil bernama Brunau
Am Inn, Austria, pada 1889 dalam sebuah keluarga kecil. Ayahnya, Alois Hitler,
adalah seorang pegawai negeri dan Hitler sendiri adalah buah perkawinan ketiga
Ayahnya dengan Klara Pölzl. Ketiga kakak Hitler mati dalam usia muda. Itulah
sebabnya, sang ibu membesarkan Hitler dalam kemanjaan. Namun dunia damai Hitler
tak berlangsung lama. Saat perekonomian keluarga mulai gonjang-ganjing, ia
terpaksa menjadi korban perlakuan keras dan disiplin ayahnya. Terlebih setelah
kakak angkatnya, Alois Jr. lari dari rumah akibat kezaliman sang ayah.
Hitler muda menyukai sejarah dan mahir dalam bidang musik dan melukis. Ia
bahkan bercita-cita ingin menjadi pelukis ternama. Namun, usahanya untuk
meneruskan pendidikan ke sekolah kesenian ditentang sang ayah yang menginginkan
Hitler bersekolah teknik agar kelak menjadi pegawai pemerintahan. Dengan
terpaksa, anak manja ini pun menuruti perintah sang ayah.
Rasa terkekang yang dialami Hitler tidak bertahan lama. Kematian sang ayah
melambungkannya pada kebebasan tiada batas. Ia pun hidup semaunya. Bahkan, kematian ibunya pun
tidak menjadi perhatiannya.
Ia mengembara ke Wina. Mencoba mendaftarkan diri di Akademi Seni Rupa,
tetapi dua kali ditolak. Selama lima tahun berikutnya, ia hidup sengsara,
berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Ia bekerja serabutan, bahkan
tak jarang ia mengemis.
Tahun 1913, saat Perang Dunia I meletus, Hitler merasa terpanggil untuk bergabung.
Ia pun meninggalkan Wina dan pergi ke Munich, Jerman, untuk mendaftarkan diri.
Seakan-akan dimudahkan jalannya, jabatannya menanjak cepat. Karena keberanian
dan otak liciknya di medan pertempuran, ia mendapatkan luka cukup serius
berikut medali kehormatan Iron Cross yang jarang sekali diraih orang.
Tapi kebahagiaan yang ia dapat tak sebanding dengan berita kekalahan Jerman
dari Prancis. Ia pun bersumpah untuk membalikkan keadaan dan memimpin Jerman
sebagai negara nomor satu. Maka untuk meluluskan keinginannya, ia bergabung
dengan partai kecil berhaluan kanan, yakni Partai Pekerja Jerman. Tak lama, ia
berhasil duduk di tampuk kepemimpinan dan mengganti nama partainya dengan
Partai Pekerja Nasionalis Sosialis Jerman (National Sozialitsche Deutsche
Arbeiter Partei –NAZI). Di partai sosialis inilah ia kemudian mendapatkan dukungan
dari seluruh rakyat Jerman yang kecewa akan tunduknya pemerintahan pada
Prancis.
Pada tahun 1923, ia melakukan kudeta pada pemerintahan Jerman. Namun, pemberontakan
itu gagal. Akibatnya, ia menjadi penghuni hotel prodeo. Setelah dibebaskan
setahun kemudian, barisan pendukung semakin mengekor di belakangnya.
Singkatnya, dengan beragam upaya yang seringkali kotor dan penuh kekerasan,
ia berhasil mendapatkan jabatan Perdana Menteri Jerman. Berbekal kedudukan
tersebut, ia kemudian menggandeng organisasi sepaham lainnya dan membuat
peraturan yang menjadikannya pemimpin yang otoriter. Ia memberangus semua
pejabat maupun organisasi yang kontra dengannya.
Keberhasilan Hitler dalam membawa perbaikan ekonomi –termasuk mengurangi
jumlah kemiskinan—membuatnya menjadi pemimpin pujaan rakyat. Bersama tentara
kebanggaannya, ia mengumumkan pada dunia bahwa dirinya akan mendirikan
kekaisaran ketiga (third reign) setelah kekaisaran Roma dan Kristen.
Dengan segera, ia merobek-robek perjanjian damai Versailles yang membuat
Jerman harus tunduk pada Prancis. Setelah menaklukkan Austria dan menyerang
Polandia, ia mengumumkan perang pada seluruh negara-negara musuh Jerman pada
Perang Dunia I. Inggris dan Prancis pun menyambut tantangan tersebut. Maka,
pecahlah Perang Dunia II.
Jerman dengan angkuhnya mencaplok banyak negara Eropa dan separuh Asia.
Tapi, kekalahan Hitler mulai tampak saat negaranya menjajaki Rusia. Tanpa
perbekalan yang cukup, angkatan perangnya menghadapi musim dingin yang hebat di
negeri komunis tersebut. Ia menolak saran para jenderalnya untuk menarik mundur
pasukan dan mematangkan persiapan karena berkeuyakinan dirinya pasti menang.
Yang terjadi justru sebaliknya.
Tak berapa lama, Hitler mulai melihat satu persatu negara caplokannya
berhasil membebaskan diri. Kepercayaan dirinya mulai berkurang. Bahkan, ia jadi
sakit-sakitan dan mudah sekali tersinggung. Didorong rasa takut Jerman akan
dikuasai musuh, Hitler yang tertekan memerintahkan tentaranya untuk membakar
Jerman –ia diperkirakan mengidap penyakit Pyromaniacal seperti Kaisar
Nero yang membakar Roma. Di antara detik-detik kekalahannya, ia memutuskan
untuk membakar diri sendiri bersama Eve, wanita simpanannya. Berakhirlah kisah
tokoh dunia yang muncul dalam sekejap dan berakhir pula dalam sekejap.
(bersambung)
(bersambung)