Sabtu, 21 November 2015

Saat Marah, Tubuh Mengeluarkan Hormon yang Merusak



Wawancara dengan Dr. Jaya Mualimin
Psikiater dan Resimen bagian Psikiatri RS Hasan Sadikin Bandung

Apa sebenarnya marah itu?
Dalam ilmu psikiatri, marah digolongkan sebagai bentuk symptom atau gejala atas adanya suatu penyakit dalam tubuh. Gejala-gejala tersebut antara lain digolongkan ke dalam agresif, impulsif, halusinasi, dan waham (suatu keyakinan salah yang mendarah daging pada diri seseorang). Marah digolongkan ke dalam jenis gejala agresi yang positif karena terdapat banyak neurotransmitter (perantara jalannya impuls di tubuh) pada saat marah dan juga karena seorang yang marah menjadi aktif, mengeluarkan energi, dan mengekspresikan perasaannya. Bukan gejala yang negatif seperti depresi yang cenderung menjadi pasif. Dan pada semua penyakit gangguan jiwa, terlebih yang berat, marah itu selalu ada. Terutama pada para lansia.

Jadi, marah itu sesuatu yang tidak bagus?
Marah cenderung merusak, walaupun secara fitrahnya, marah adalah sesuatu yang lumrah. Sebenarnya, marah juga ada manfaatnya. Allah saja bisa murka. Nabi pun bisa marah, seperti kepada sahabat yang tidak ikut perang. Marah yang dibingkai dengan syariah dan sunah berlangsung sebentar dan tidak berkelanjutan. Kalau marah yang berkelanjutan, akan merusak tubuh karena hormon yang bekerja dalam tubuh akan meningkat terus. Marah dengan reaksi wajarlah yang dikategorikan marah yang positif.

Kalau begitu, apa saja penyebab marah?
Marah disebabkan adanya impuls, ada yang eksternal maupun internal. Eksternal seperti dari lingkungan yang tidak kondusif dan keras dan makanan yang berprotein tinggi. Internal dari faktor hormonal dan kadar oksigen yang rendah. Impuls ini akan meningkatkan agresivitas seseorang. Saat kendali emosi seseorang rendah karena penyakit dan memang kepribadiannya yang kurang stabil, impuls lebih mudah memicu agresivitas. Jadi, perjalanan penyakit seseorang bisa menyebabkan rendahnya kendali emosi. Contohnya, ketika orang merasa sakit gigi, ia menjadi lebih mudah marah.

Hormon apa saja yang dihasilkan tubuh ketika marah?
Secara kajian biologi molekular, saat marah terjadi peningkatan konsentrasi neurotransmitter dompamine pada neuron otak. Semua terjadi pada limbic system (pusat emosi) di hypothalamus, setelah itu diteruskan ke hypophycis. Baru kemudian diteruskan ke bagian tubuh lainnya, seperti dihasilkannya hormon-hormon yang memacu denyut jantung, pupil mata membesar, dan lain-lain. Hormon tersebut contohnya seperti epinefrin, serotonin, dan testosteron. Pada orang tua, hormon testosteron dan progesteron-nya sudah mulai menurun. Hal tersebut mengurangi ambang batas kesabarannya sehingga dipicu sedikit akan mudah marah. Saat hormon seperti testosteron dan progesteron sedang dalam kondisi tidak seimbang, emosi seseorang akan kurang stabil.

Jadi, apa yang harus dilakukan ketika marah?
Semakin seseorang marah, semakin banyak hormon tersebut yang dikeluarkan. Dan itu sebenarnya merusak tubuh kita sendiri. Kalau hormon tersebut makin tinggi, detak jantung akan makin cepat. Kalau ternyata punya penyakit jantung, jantungnya bisa berhenti seketika. Sebenarnya, reaksi dalam tubuh itu selalu berusaha mencapai titik equilibrium (keseimbangan). Maka, jika tubuh kekurangan atau berlebihan sesuatu, itu yang tidak baik. Karenanya, marah yang berlebihanlah yang merusak.

Lalu, kenapa marah sering dikategorikan sesuatu yang destruktif?
Karena marah cenderung melahirkan perilaku-perilaku yang buruk, seperti hostilitas (pandangan permusuhan), mencelakai diri sendiri, membunuh diri, melukai orang lain, dan berkata kasar.

Apa yang biasa dokter lakukan ketika marah?
Kalau saya marah, saya lebih baik diam atau mengarahkan agresivitas pada hal-hal yang positif, seperti amalan-amalan baik dan membaca Al Quran. Itu malah lebih baik. Kalau tidak salah, ada di hadis yang memeritahkan kita untuk diam ketika marah. Karena saat diam, lebih sedikit hormon yang bekerja. Dan saat diam pun kita lebih banyak merenung.


Rahmat