Oleh: Iin Rosliah*
Belakangan ini kasus perkosaan di
Jawa Barat meningkat dan sangat memprihatinkan. Terutama karena tindakan amoral
itu banyak menimpa gadis di bawah umur, dan rata-rata dilakukan oleh orang yang
dikenal korban. Ada
balita diperkosa tetangga, anak diperkosa bapak, adik dicabuli kakak, kakak
digagahi adik, keponakan melecehkan bibi, guru sekolah menodai anak didik,
bahkan guru ngaji mencabuli santrinya.
Selama bulan November 2005 saja,
ada sembilan kasus perkosaan yang terungkap, dan yang paling dianggap brutal
adalah kasus perkosaan tiga puluh lima (35) pemuda terhadap gadis sembilan
belas (19) tahun yang terjadi di Sukabumi. Namun yang sangat memprihatinkan,
delapan pelaku di antarnya ternyata masih di bawah umur. (Kasus Perkosaan di
Jawa Barat Membuat Miris, Pikiran Rakyat, 21/11/2005).
Banyak faktor yang memicu
maraknya tindakan perkosaan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, stres
karena kesulitan hidup dan tekanan ekonomi, diduga menjadi faktor pendukung
lahirnya tindakan bejat tersebut. Faktor pemicu ini makin lengkap dengan
minimnya keimanan yang dimiliki seseorang. Ketika iman lemah, akan mudah
baginya melakukan tindakan di luar aturan agama.
Belum lagi batas pergaulan
laki-laki dan perempuan yang kini semakin longgar, ditambah stimulus yang
dimunculkan oleh korban. Pakaian minimalis yang dikenakannya, mau tidak mau
memunculkan gairah pelaku sehingga tak bisa menahan diri.
Maraknya VCD porno dan banyaknya
tayangan TV yang tidak mendidik juga menjadi faktor pemicu yang tak dapat
dipandang remeh. Bahkan menurut Herlina Agustin, S.Sos. M.T, Sekretaris Jurusan
Jurnalistik Fikom, Unpad, faktor tertinggi rangsangan seksual yang muncul dalam
kasus kejahatan seksual, justur setelah usai menonton VCD porno atau tayangan
berita kejahatan seksual yang dibumbui visualisasi rekonstruksi atau ilustrasi.
(Herlina, Cegah Anak Menonton Tayangan Vulgar, Pikiran Rakyat, 21/11/2005)
Ironis memang, negara yang
mayoritas penduduknya muslim belum memiliki UU pornografi. Padahal, seperti
dikatakan ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat, Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, di
Negara yang dianggap sekuler seperti Australia, sudah memiliki UU yang melarang
pornografi ditayangkan. Sehingga dari pagi sampai sore, acara-acara TV di Australia
sebatas berita dan pendidikan anak. (Sahkan UU Antipornografi, Pikiran Rakyat, 21/11/2005).
Perlu ada upaya untuk menemukan
solusi dari kasus ini. Namun, meningkatkan kualitas keimanan dan pendidikan
agama masyarakat merupakan salah satu solusi yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Dengan pendidikan agama, paling tidak kasus perkosaan bisa diminimalisir.
Mengapa demikian? Karena agama, dalam hal ini Islam, memiliki sejumlah aturan
antisipatif yang mempersempit peluang munculnya kasus tersebut.
Merujuk pada Al Quran dan sunah
Rasulullah saw., ada beberapa tindakan antisipatif yang ditawarkan Islam.
Pertama, meminta izin saat memasuki kamar orang tua
Ada tiga waktu yang mengharuskan anak kecil
yang belum balig meminta izin sebelum memasuki kamar orang tuanya. Sebelum Shalat
Subuh, tengah hari, dan sesudah Shalat Isya. Adapun bagi anak yang sudah balig,
wajib minta izin pada semua waktu, di samping ketiga waktu tersebut. Ketentuan
ini tercantantum dalam surat
An-Nur ayat 58-59, “Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan
orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali
(dalam satu hari) yaitu: sebelum Shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar) mu di tengah hari, dan sesudah Shalat Isya. (Itulah) tiga `aurat bagi
kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga
waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai
umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang
sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Peraturan ini juga berlaku kebalikannya. Ketika memasuki kamar
anak, hendaknya orang tua meminta izin terlebih dahulu. Ini dimaksudkan agar
anak dan orang tua menghormati hak privasi masing-masing. Di samping juga sama-sama
menjaga pandangan dari kondisi yang tidak diharapkan. Dikhawatirkan, jika tanpa
izin sebelumnya, penghuni kamar sedang tidak terjaga auratnya. Sehingga keadaan
ini dijadikan momen oleh setan untuk menjerumuskan anak atau bapak pada tindak
perkosaan.
Kedua, memisahkan
tempat tidur anak dan melarang tidur sambil tengkurap
Rasulullah saw. bersabda, “Perhatikanlah anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun dan
pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah
tempat tidur mereka…” (H.R. Abu Daud)
Ya’isy bin Thakhfah Al Ghifari dari ayahnya r.a. berkata, “Ketika saya tidur tengkurap di masjid,
tiba-tiba ada seorang laki-laki menggerak-gerakkanku dengan kakinya. Dia
berkata, ‘Sesungguhnya tidur tengkurap ini dibenci Allah.’ Ya’isy berkata,
‘Maka aku melihat orang itu, ternyata dia adalah Rasulullah saw.” (H.R. Abu
Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Tidur dalam keadaan tengkurap ini dicela karena bisa
membangkitkan birahi seseorang.
Ketiga, menjaga
pandangan
Ketentuan ini berlaku bagi laki-laki juga perempuan. Allah
swt. telah berfirman, “Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Tahu apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita
mukminat hendaklah mereka menundukkan pandangan dan memelihara kemaluannya…”
(Q.S. An-Nur: 30-31).
Jabir bin Abdillah pernah bertanya kepada Rasulullah saw.
tentang pandangan tiba-tiba, maka beliau menyuruhnya untuk memalingkan
pandangan matanya. Ini diriwayatkan dalam hadis Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan
Tirmidzi.
Mengapa kira harus menundukkan pandangan? Dalam sebuah
hadis, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
pandangan itu adalah anak panah beracun dari anak-anak panah iblis, siapa yang
menghindarkannya karena takut kepadaku (Allah), Aku akan mengaruniakan
kepadanya keimanan yang terasa manis di dalah hatinya.” (H.R. Thabrani).
Seorang penyair mengatakan bahwa segala sesuatu itu
bersumber dari pandangan. Siksa neraka yang terbesar berasal dari kemaksiatan
yang kecil. Mula-mula memandang, kemudian senyuman dan salam, sesudah itu
bicara, akhirnya ada janji dan kencan.
Menjaga pandangan bukan hanya saat berpapasan dengan lawan
jenis dalam dunia riil, tapi juga yang muncul dalam CD-CD atau tayangan TV yang
kerap kali tampil lebih berani dengan pakaian serba terbatas, gerakan erotis,
sehingga dapat membangkitkan nafsu birahi.
Keempat, wanita
wajib menutup aurat bahkan di hadapan seorang buta sekalipun
Perintah ini tercantum dalam surat An-Nur ayat 31 juga surat Al Ahzab ayat 59. “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.S. Al Ahzab: 59)
Ummu Salamah menceritakan bahwa ketika ia sedang berada
bersama Rasulullah saw. dan Maimunah, datang Ibnu Ummi Maktum menemui
Rasulullah saw. Ketika itu kami sudah diperintah untuk berhijab. Maka
Rasulullah saw. bersabda, “Berhijablah
kalian darinya.” Aku berkata, “Wahai
Rasulullah, bukankah ia buta?” Rasullah saw. menjawab, “Apakah kalian juga buta? Bukankah kalian
bisa melihatnya?” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
Dari Aisyah ra., “Sesungguhnya
Asma binti Abi Bakar masuk ke rumah Rasulullah saw. dengan menggunakan baju
transparan. Maka Rasulullah saw. berpaling sambil bersabda, ‘Ya Asma, sesungguhnya
perempuan itu apabila telah haid, tidak boleh terlihat dari tubunya kecuali ini
(sambil menunjuk wajah dan dua telapak tangannya).” (H.R. Abu Daud)
Kelima, tidak
boleh bersentuhan dan berduaan dengan wanita bukan mahram
Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Tangan Rasulullah saw. tidak pernah sama sekali menyentuh tangan
perempuan di dalam baiat. Baiat Rasulullah saw. dengan mereka adalah berupa
ucapan.” (H.R. Bukhari).
Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi
mahramnya. Karena pihak ketiganya adalah setan.” (H.R. Ahmad).
Demikian di antara rambu-rambu yang diatur oleh Al Quran
dan sunah Rasulullah saw. Barangsiapa yang menaatinya, insya Allah akan terjaga dari perilaku maksiat. Sesuai dengan janji
Rasulullah saw. dalam hadisnya, “Telah
kutinggalkan dua perkara untuk kalian. Kalian tidak akan pernah tersesat selam
berpegang teguh pada keduanya. Kitabullah dan sunah Nabi-Nya.” (H.R. Ibnu
Abdil Bar).
Di samping para tokoh agama, keluarga sebagai institusi
pendidikan yang pertama dan utama, memiliki peran yang besar dalam menanamkan
nilai-nilai ini kepada setiap anggotanya. Agar tidak menjadi korban, apalagi
pelaku perkosaan. Naudzubillah.
* Penulis adalah alumnus Takmili LIPIA, Jakarta