Jumat, 10 Maret 2006

Islam dan Antisipasi Tindak Perkosaan




Oleh: Iin Rosliah*

Belakangan ini kasus perkosaan di Jawa Barat meningkat dan sangat memprihatinkan. Terutama karena tindakan amoral itu banyak menimpa gadis di bawah umur, dan rata-rata dilakukan oleh orang yang dikenal korban. Ada balita diperkosa tetangga, anak diperkosa bapak, adik dicabuli kakak, kakak digagahi adik, keponakan melecehkan bibi, guru sekolah menodai anak didik, bahkan guru ngaji mencabuli santrinya.

Selama bulan November 2005 saja, ada sembilan kasus perkosaan yang terungkap, dan yang paling dianggap brutal adalah kasus perkosaan tiga puluh lima (35) pemuda terhadap gadis sembilan belas (19) tahun yang terjadi di Sukabumi. Namun yang sangat memprihatinkan, delapan pelaku di antarnya ternyata masih di bawah umur. (Kasus Perkosaan di Jawa Barat Membuat Miris, Pikiran Rakyat, 21/11/2005).

Banyak faktor yang memicu maraknya tindakan perkosaan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, stres karena kesulitan hidup dan tekanan ekonomi, diduga menjadi faktor pendukung lahirnya tindakan bejat tersebut. Faktor pemicu ini makin lengkap dengan minimnya keimanan yang dimiliki seseorang. Ketika iman lemah, akan mudah baginya melakukan tindakan di luar aturan agama.

Belum lagi batas pergaulan laki-laki dan perempuan yang kini semakin longgar, ditambah stimulus yang dimunculkan oleh korban. Pakaian minimalis yang dikenakannya, mau tidak mau memunculkan gairah pelaku sehingga tak bisa menahan diri.

Maraknya VCD porno dan banyaknya tayangan TV yang tidak mendidik juga menjadi faktor pemicu yang tak dapat dipandang remeh. Bahkan menurut Herlina Agustin, S.Sos. M.T, Sekretaris Jurusan Jurnalistik Fikom, Unpad, faktor tertinggi rangsangan seksual yang muncul dalam kasus kejahatan seksual, justur setelah usai menonton VCD porno atau tayangan berita kejahatan seksual yang dibumbui visualisasi rekonstruksi atau ilustrasi. (Herlina, Cegah Anak Menonton Tayangan Vulgar, Pikiran Rakyat, 21/11/2005)

Ironis memang, negara yang mayoritas penduduknya muslim belum memiliki UU pornografi. Padahal, seperti dikatakan ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat, Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, di Negara yang dianggap sekuler seperti Australia, sudah memiliki UU yang melarang pornografi ditayangkan. Sehingga dari pagi sampai sore, acara-acara TV di Australia sebatas berita dan pendidikan anak. (Sahkan UU Antipornografi, Pikiran Rakyat, 21/11/2005).

Perlu ada upaya untuk menemukan solusi dari kasus ini. Namun, meningkatkan kualitas keimanan dan pendidikan agama masyarakat merupakan salah satu solusi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan pendidikan agama, paling tidak kasus perkosaan bisa diminimalisir. Mengapa demikian? Karena agama, dalam hal ini Islam, memiliki sejumlah aturan antisipatif yang mempersempit peluang munculnya kasus tersebut.

Merujuk pada Al Quran dan sunah Rasulullah saw., ada beberapa tindakan antisipatif yang ditawarkan Islam.

Pertama, meminta izin saat memasuki kamar orang tua

Ada tiga waktu yang mengharuskan anak kecil yang belum balig meminta izin sebelum memasuki kamar orang tuanya. Sebelum Shalat Subuh, tengah hari, dan sesudah Shalat Isya. Adapun bagi anak yang sudah balig, wajib minta izin pada semua waktu, di samping ketiga waktu tersebut. Ketentuan ini tercantantum dalam surat An-Nur ayat 58-59, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum Shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari, dan sesudah Shalat Isya. (Itulah) tiga `aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Peraturan ini juga berlaku kebalikannya. Ketika memasuki kamar anak, hendaknya orang tua meminta izin terlebih dahulu. Ini dimaksudkan agar anak dan orang tua menghormati hak privasi masing-masing. Di samping juga sama-sama menjaga pandangan dari kondisi yang tidak diharapkan. Dikhawatirkan, jika tanpa izin sebelumnya, penghuni kamar sedang tidak terjaga auratnya. Sehingga keadaan ini dijadikan momen oleh setan untuk menjerumuskan anak atau bapak pada tindak perkosaan.

Kedua, memisahkan tempat tidur anak dan melarang tidur sambil tengkurap

Rasulullah saw. bersabda, “Perhatikanlah anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka…” (H.R. Abu Daud)

Ya’isy bin Thakhfah Al Ghifari dari ayahnya r.a. berkata, “Ketika saya tidur tengkurap di masjid, tiba-tiba ada seorang laki-laki menggerak-gerakkanku dengan kakinya. Dia berkata, ‘Sesungguhnya tidur tengkurap ini dibenci Allah.’ Ya’isy berkata, ‘Maka aku melihat orang itu, ternyata dia adalah Rasulullah saw.” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Tidur dalam keadaan tengkurap ini dicela karena bisa membangkitkan birahi seseorang.

Ketiga, menjaga pandangan

Ketentuan ini berlaku bagi laki-laki juga perempuan. Allah swt. telah berfirman, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tahu apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat hendaklah mereka menundukkan pandangan dan memelihara kemaluannya…” (Q.S. An-Nur: 30-31).

Jabir bin Abdillah pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang pandangan tiba-tiba, maka beliau menyuruhnya untuk memalingkan pandangan matanya. Ini diriwayatkan dalam hadis Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi.

Mengapa kira harus menundukkan pandangan? Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya pandangan itu adalah anak panah beracun dari anak-anak panah iblis, siapa yang menghindarkannya karena takut kepadaku (Allah), Aku akan mengaruniakan kepadanya keimanan yang terasa manis di dalah hatinya.” (H.R. Thabrani).

Seorang penyair mengatakan bahwa segala sesuatu itu bersumber dari pandangan. Siksa neraka yang terbesar berasal dari kemaksiatan yang kecil. Mula-mula memandang, kemudian senyuman dan salam, sesudah itu bicara, akhirnya ada janji dan kencan.

Menjaga pandangan bukan hanya saat berpapasan dengan lawan jenis dalam dunia riil, tapi juga yang muncul dalam CD-CD atau tayangan TV yang kerap kali tampil lebih berani dengan pakaian serba terbatas, gerakan erotis, sehingga dapat membangkitkan nafsu birahi.

Keempat, wanita wajib menutup aurat bahkan di hadapan seorang buta sekalipun

Perintah ini tercantum dalam surat An-Nur ayat 31 juga surat Al Ahzab ayat 59. “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Ahzab: 59)

Ummu Salamah menceritakan bahwa ketika ia sedang berada bersama Rasulullah saw. dan Maimunah, datang Ibnu Ummi Maktum menemui Rasulullah saw. Ketika itu kami sudah diperintah untuk berhijab. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Berhijablah kalian darinya.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah ia buta?” Rasullah saw. menjawab, “Apakah kalian juga buta? Bukankah kalian bisa melihatnya?” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dari Aisyah ra., “Sesungguhnya Asma binti Abi Bakar masuk ke rumah Rasulullah saw. dengan menggunakan baju transparan. Maka Rasulullah saw. berpaling sambil bersabda, ‘Ya Asma, sesungguhnya perempuan itu apabila telah haid, tidak boleh terlihat dari tubunya kecuali ini (sambil menunjuk wajah dan dua telapak tangannya).” (H.R. Abu Daud)

Kelima, tidak boleh bersentuhan dan berduaan dengan wanita bukan mahram

Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Tangan Rasulullah saw. tidak pernah sama sekali menyentuh tangan perempuan di dalam baiat. Baiat Rasulullah saw. dengan mereka adalah berupa ucapan.” (H.R. Bukhari).

Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya. Karena pihak ketiganya adalah setan.” (H.R. Ahmad).

Demikian di antara rambu-rambu yang diatur oleh Al Quran dan sunah Rasulullah saw. Barangsiapa yang menaatinya, insya Allah akan terjaga dari perilaku maksiat. Sesuai dengan janji Rasulullah saw. dalam hadisnya, “Telah kutinggalkan dua perkara untuk kalian. Kalian tidak akan pernah tersesat selam berpegang teguh pada keduanya. Kitabullah dan sunah Nabi-Nya.” (H.R. Ibnu Abdil Bar).

Di samping para tokoh agama, keluarga sebagai institusi pendidikan yang pertama dan utama, memiliki peran yang besar dalam menanamkan nilai-nilai ini kepada setiap anggotanya. Agar tidak menjadi korban, apalagi pelaku perkosaan. Naudzubillah.

* Penulis adalah alumnus Takmili LIPIA, Jakarta