عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا غُلاَمُ اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ
اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا
اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ (رواه الترمذي)
Dari Abul‘Abbas ‘Abdullah bin Abbas –semoga Allah meridoinya— ia
mengatakan, “Aku berada di belakang Rasulullah saw. beliau mengatakan, “Nak,
Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan
dapati Dia ada di hadapanmu. Jika engkau memohon mohonlah kepada Allah dan jika
engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah.” (H.R. Tirmidzi)
Setiap mukmin
pasti merindukan dan sekaligus meyakini hadirnya kejayaan atau kemenangan
Islam. Salah satu bentuk kemenangan itu adalah tegak dan dilaksanakannya
nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia. Baik dalam urusan pribadi, keluarga,
masyarakat, negara, ekonomi, politik, maupun urusan lainnya. Nilai-nilai Islam
yang dimaksud tentu bukan saja perilaku-perilaku saleh individual, akan tetapi
juga kesalehan yang berdaya guna misalnya keadilan, kejujuran, dan keberpihakan
kepada kebenaran, apa pun risikonya.
Tentu saja
kemenangan itu tidak akan terwujud kecuali jika setiap muslim berusaha optimal,
dalam batas-batas kemampuan manusiawi. Usaha optimal untuk mencapai kemenangan
itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan
seterusnya. Akan tetapi, harus dipahami pula bahwa sehebat apa pun segala upaya
yang dilakukan manusia bisa tidak punya makna sama sekali manakala tidak
mendapat perkenan Allah swt. Sebaliknya, betapa pun serba terbatasnya kaum muslimin
–dalam hal material dan kuantitas personal— dalam upaya menegakkan kebenaran
dan keadilan, jika Allah berkehendak untuk mengaruniakan kemenangan, tak satu
kekuatan pun dapat menghalanginya.
Persoalannya
adalah, apakah kita termasuk orang yang layak mendapat pertolongan Allah itu?
Tentu ada prasyarat pertolongan Allah turun kepada kita. Nah, hadis ini sarat
dengan pesan-pesan luhur yang akan mengantarkan kaum muslimin mencapai
kemenangan yang didambakan. Sampai-sampai sebagian ulama mengatakan, “Saya merenungi
hadis ini dan saya benar-benar terperangah. Amat disesalkan bila ada yang tidak
memahami makna hadis itu.”
Ihfazhillah,
jagalah Allah! Menjaga
Allah, kata Abul Faraj al-Hambali dalam kitabnya Jami’ul-‘Ulumi wal Hikam adalah
menjaga aturan-aturan, hak-hak, perintah-perintah, dan larangan-larangan Allah
swt. Tentu saja, hal tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan segala
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Jika seseorang melakukannya, ia
termasuk orang-orang yang menjaga aturan-aturan Allah seperti yang disebutkan
dalam ayat-Nya,
“Inilah yang
dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada
Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang
takut kepada Rabb Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak terlihat (olehnya) dan dia
datang dengan hati yang bertaubat.” (Q.S. Qaaf 50: 32-33)
Kata ‘Hafizh’
(حفيظ)
yang tercantum pada ayat di atas ditafsirkan dengan “menjaga (melaksanakan)
perintah-perintah Allah dan menjaga diri dari dosa-dosa dan selalu bersegera
untuk bertaubat jika melakukan kesalahan-kesalahan.” Di antara
perintah-perintah agung yang harus dijaga oleh setiap muslim adalah:
1. Shalat
Secara
eksplisit, Allah swt. memerintahkan kita menjaga shalat. Firman-Nya,
“Peliharalah
segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah
(dalam shalatmu) dengan khusu.” (Q.S. Al Baqarah 2: 238)
Dalam ayat lain,
Allah memuji orang-orang yang memelihara shalat. Firman-Nya,
“Dan
orang-orang yang memelihara shalatnya.” (Q.S. Al Mu’minuun 23: 9)
Semakin banyak
aktivitas, semakin berat beban perjuangan, semakin besar target yang ingin kita
capai, seharusnya semakin membuat kita dekat dengan Allah. Momentum seorang
hamba sangat dekat dengan Allah adalah saat ia bersujud. “Keadaan yang paling dekat antara hamba dengan Rabbnya adalah saat dia
sujud. Maka perbanyaklah doa dikala sujud itu,” demikian sabda Rasulullah
saw. dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim.
Jadi, sangat
ironis bila semakin banyak kegiatan malah shalat semakin terlalaikan; dan lebih
celakalah lagi bila shalat itu dilalaikan justru dengan alasan kesibukan. Tidak
akan ada barokah dari aktivitas yang melalaikan shalat. Apa pun alasannya.
Termasuk dengan alasan bahwa yang penting adalah shalat aktivitas. Yang dimaksud
dengan shalat aktivitas adalah kegiatan yang diklaim sebagai perjuangan
menegakkan kebenaran. Itu saja dianggap cukup, sekalipun meninngalkan shalat.
Pasti perjuangan itu bukan di jalan Allah melainkan di jalan thaghut.
2. Janji atau
sumpah
Integritas dan
kredibilitas seseorang dapat dilihat antara lain, dari tingkat komitmennya
terhadap sumpah dan janji. Karenanya, Allah swt. memesankan agar orang beriman
berpegang teguh kepada janji atau sumpah yang dibuatnya. Firman-Nya,
“Dan
peliharalah sumpah-sumpah kalian.” (Q.S. Al Maidah 5: 89)
“Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Q.S. An-Nahl 16: 91)
Lebih berat
lagi bobot janji itu apabila pelanggarannya dapat menyebabkan kesengsaraan
orang banyak. Misalnya, janji atau sumpah jabatan. Atau janji yang dibuat untuk
menarik dan merekrut orang agar mendukung dirinya dan berpihak kepadanya.
3. Kepala dan
Perut
Di antara hal
yang wajib dijaga adalah kepala dan perut. Rasulullah saw. bersabda,
اَلإِسْتِحْيَاءُ
حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَتَحْفَظَ الْبَطْنَ وَمَا
حَوَى (خرجه الإمام أحمد والترمذي والبزار)
“Malu yang
sebenarnya kepada Allah adalah engkau menjaga kepala dengan segala yang termuat
di dalamnya dan menjaga rongga perut dengan segala yang dikandung di dalamnya.”
(H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Bazzar)
Menjaga kepala
dengan segala yang termuat di dalamnya di antaranya dengan menjaga pendengaran,
penglihatan, dan lidah dari hal-hal yang diharamkan. Sedangkan menjaga rongga
perut adalah dengan menjaga hati dari segala penyakit hati.
Penjagaan
Allah
Penjagaan Allah
kepada hambanya menyangkut dua hal: pertama, kemaslahatan duniawi,
seperti penjagaan fisik, anak, keluarga, dan harta. Ini seperti yang Allah
firmankan,
“Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (Q.S. Ar-Ra’d 13: 11)
Ini terjadi
misalnya pada Safinah –maula (sahaya yang dimerdekakan oleh) Nabi saw.—
saat perahu yang dinaikinya pecah dan terdampar di sebuah pulau. Ketika
menyusuri hutan, ia bertemu dengan seekor singa. Ternyata singa itu memberi
petunjuk jalan. Setelah itu sang singa pergi.
Kedua, penjagaan dalam urusan agama, keimanan,
dan akhlak. Allah menjaga para hambanya dari perkara-perkara yang merusak iman
dan akhlak, hingga mereka meninggal dunia dalam keadaan iman. Betapa saat-saat
ini kita membutuhkan pemeliharaan iman.
Ketiga, sebagai buah dari terpeliharanya agama,
keimanan, dan akhlakyang menjadikan kaum muslimin layak mendapat kemenangan dan
kejayaan. Seperti disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatan kamu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bersabar.” (Q.S. Al Anfal 8: 47)
Kesunggguhan
cita-cita untuk menegakkan kebenaran dengan berbagai upaya harus dibuktikan
dengan sikap sungguh-sungguh dalam melakukan pendekatan kepada Allah. Dan
kejujuran menegakkan syariat Islam harus dibuktikan dengan kejujuran
melaksanakannya, baik dalam diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan dalam
segala peran yang diembannya. Wallahu a’lam.